Kontributor: Mira Nurhayati
Hari-hari mendatang hampir dipastikan merupakan hari penuh ujian bagi para siswa. Ya ujian akhir semester telah datang. Para Siswa meresponnya dengan berbagai sikap. Ada yang sibuk belajar, ada yang yang santai, ada juga yang nervous dan stress sampai sakit fisik. Sebagai orang tua, apa yang harus dilakukan di saat “musim ujian” ini?
Tes, ulangan, ujian, atau apa pun namanya merupakan cara evaluasi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Proses ini tidak semata untuk mencari nilai siswa tetapi juga untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Sayangnya, tidak semua siswa menyadari itu sehingga muncul berbagai respon ketika mendengar kata ujian, tes, ulangan.
Siswa yang terbiasa belajar atau mengulang pelajaran telah didapat tidak menganggap ujian sebagai mimpi buruk. Namun bagi siswa lain yang tidak mempunyai kebiasaan itu ujian mirip monster dan harus dihindari. Malah, karena terlalu tegang dan cemas ada siswa menderita sakit fisik.
Ketahuilah, daya tangkap setiap anak tidak sama. Antara anak satu dengan lainnya belum tentu mempunyai kecepatan sama dalam memahami materi tertentu. Akibatnya, setiap anak memiliki pelajaran favorit dan pelajaran yang ditakuti. Nah, masalah timbul ketika anak harus menghadapi tes mata pelajaran yang ditakuti. Kondisi ini biasa menyerang pada siswa kelas 3 sd ke atas. Mengapa begitu? Biasanya siswa di kelas 3 ke atas menyadari bahwa ujian merupakan barometer kenaikan kelas. Sementara, siswa kelas lebih rendah tidak peduli karena belum menyadarinya.
Ketakutan atau kecemasan itu membuat siswa tak nyaman. Hal ini jangan dibiarkan segeralah cari solusi. Tentu saja solusi yang efektif dengan melibatkan anak, orangtua, dan guru. Dengan komunikasi yang intens di antara ketiganya, hal-hal yang berpotensi menimbulkan perasaan negative terhadap tes sekolah dapat diketahui sejak dini dan dicari pemecahannya.
Upaya menjalin komunikasi secara sadar ini juga amat penting mengingat semakin tinggi tingkatan kelas anak biasanya semakin berkurang tingkat intensitas komunikasinya. Anak merasa tak nyaman lagi berterus terang soal kesulitannya dalam belajar dan menghadapi tes, karena mereka berpikir itu justru mempersulit diri. Mereka takut dianggap bodoh dan malas belajar. Sementara itu, banyak juga orang tua yang semakin sibuk sehingga kerap melepaskan anaknya belajar sendiri. Alih-alih mendengarkan keluhan anak malah timbul ritual pengecekan dan warning nilai mata pelajaran. “Ayo belajar. Besok ujian matematika nilainya harus bagus.”
Tips membantu anak menghadapi ujian.
1. Ajak anak menyiapkan diri jauh-jauh hari.
Ingatkan anak untuk belajar dan mengulang pelajaran. Pemilihan waktunya bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing orang tua. Hindari system sks atau system kebut semalam.
2. Temukan pola belajar anak.
Tiap anak mempunyai waktu-waktu konsentrasi tertentu. Ada yang bisa berkonsentrasi 30 menit nonstop ada juga yang hanya bertahan 15 menit. Kenali pola konsentrasi anak sehingga dapat menerapkannya di rumah dan damping mereka saat mereka belajar.
3. Perhatikan kesulitan anak bukan ketakutannya.
Tanyakan kepada guru di sekolah, apakah anak memiliki masalah dalam menangkap materi. Curahkan perhatian anda terhadap pelajaran yang menurut mereka sulit. Bila perlu mimtalah soal-soal latihan yang dapat membantu meningkatkan pemahamam terhadap materi. '
4.Hargai proses belajar ketimbang hasil
Tanamkan sejak din ibahwa anda lebih menghargai proses belajar anak ketimbang hasil akhirnya.
5.Tunjukkan perhatian pada waktu ujian anak tapi jangan berlebihan
Anda bisa melingkari tanggal pelaksanaan ujian di kalender dan mengingatkan anak untuk mempersiapkan alat-alat yang harus dibawa saat ujian.*
0 comments