Geger Isu Gempa Megathrust di Indonesia, Begini Faktanya

 


Belakangan ramai dibahas kabar megathrust Nankai yang disebut jadi zona sumber gempa Jepang, disebut mirip dengan dua megathrust yang ada di Indonesia. Fakta itu seolah jadi peringatan bagi Indonesia yang punya Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Siberut (M8,9).

Dilansir dari detik.com, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau agar masyarakat tidak panik. "Potensi itu memang ada, namun yang perlu kita perhatikan adalah langkah mitigasi apa yang bisa kita upayakan," pesan BMKG melalui Instagram resmi Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, dikutip Jumat (16/8/2024).

Pembahasan soal potensi gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sudah ada sejak sebelum gempa dan tsunami Aceh pada 2004.

Gempa megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut disebut "tinggal menunggu waktu" dikarenakan kedua wilayah itu sudah ratusan tahun belum mengalami gempa besar. Tapi, hal ini bukan berarti akan segera terjadi gempa dalam waktu dekat.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tidak terkait langsung dengan peristiwa gempa kuat Magnitudo (M) 7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.

Tapi, Daryono mengatakan gempa yang memicu tsunami kecil pada Kamis (8/8) itu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.

"Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," katanya.

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).

"Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," ujarnya.

Daryono menegaskan sampai saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa dari segi, kapan, di mana, dan berapa kekuatannya. "Sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya," kata dia. 

Ia menekankan informasi potensi gempa megathrust yang tengah berkembang sekarang ini bukanlah prediksi atau peringatan dini. Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat.***



You Might Also Like

0 comments